Sejarah Perjudian Bola Porkas di Indonesia Posted on November 20, 2020 by Anita Harrison Budaya undian atau yang kita kenal dengan nama lotre memang sangat ramai di beberapa negara maju. Dari mulai negara Jepang sampai dengan negeri paman Sam Amerika. Dari mulai laga bola sampai dengan e-sport terdapat beberapa lotre tertentu yang banyak dimainkan. Memang hal tersebut bukan hal aneh lagi mengingat jika disana lotre menjadi sebuah hiburan. Akan tetapi tidak di Indonesia, karena lotres sendiri di anggap bukan merupakan budaya dan kultur bangasa. Tapi siapa sangka, ternyata permainan undian seperti halnya lotre dahulu sempat menjadi sebuah hal yang legal di Indonesia. Bahkan beberapa dana dari perjudian tersebut ditujukan untuk pembangunan. Tentu saja semua berdasarkan dengan proses hingga sistemnya yang tidak sama dengan perjudian yang kita kenal sekarang. Sejarah Perjudian Bola Porkas di Indonesia Sejak awal diresmikan, porkas mendapat banyak sekali tentangan dari masyarakat. Walau tidak sedikit juga yang mendukung program judi legal pemerintah tersebut. Para penentang menyebut jika pemerintah hanya membuat sebuah kedok untuk bermain judi. Sedangkan mereka yang mendukung menganggap program tersebut menjadi sebuah ide yang dapat membantu permasalahan keuangan negara. Sebagai sebuah tindakan reaksi pihak yang menentang undian tersebut, maka pada pertengahan 1986 Majelis Ulama Indonesia atau (MUI) menulis sebuah surat yang dilayangkan kepada pemerintah agar nantinya pelaksanaan porkas tersebut dapat dievaluasi kembali. Semakin besarnya gelombang protes tentang porkas dari masyarakat membuat pemerintah akhirnya menggantikan porkas menjadi Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah atau yang dikenal dengan nama (KSOB). Pemerintah dimana memberikan hadiah utama sebesar 8 juta rupiah, dengan harga kuponnya sebesar 600 rupiah per lembar. Kali ini bukan menang-seri-kalah lagi yang akan dipertaruhkan, tetapi skor pertandingan. Sepanjang tahun 1987, undian KSOB ini telah berhasil meraup dana dari masyarakat sebanyak 221 miliar rupiah. Tidak adanya ketegasan yang dikeluarkan dari MUI untuk mengeluarkan fatwa tentang porkas tersebut membuat masyarakat menjadi sedikit cemas. Oleh karenanya, sekitar pertengahan Februari tahun 1986 di Bandung berlangsung acara “Forum Silaturahmi Ulama dan juga Cendekiawan Muslim Jawa Barat. Salah satu agendanya adalah dengan membahas permasalahan dan juga proses porkas. Laporan Panji Masyarakat yang dijana menyebut forum yang dihadiri oleh para ulama, ahli hukum, dan cendekiawan Muslim tersebut sepakat jika mengharamkan porkas dan mengkategorikannya sebagai sebuah perjudian. Dalam forum juga berpendapat, Porkas Sepakbola di dalam praktek merusak berbagai kehidupan beragama. Khususnya bagi remaja dan juga bagi mereka yang pelajar, karena disebabkan oleh adanya kontroversi nilai antara yang mereka pelajari di sekolah dan juga nilai yang ada di rumah dengan ditemukannya di masyarakat. Mengawasi Anak-Anak Cendana Namun sebelum adanya undang-undang tersebut, perjudian di Indonesia merupakan sebuah hal yang legal. Bahkan pemerintah menjadi fasilitator jenis perjudian yang lain yang disebut dengan undian berhadiah. Para penggila judi pun tentunya turut senang dibuatnya undian tersebut. Ali Sadikin dan Jalanan Jakarta Minat dari masyarakat terhadap undian hadiah dan juga perjudian sangat tinggi. Hal tersebut tentunya menguntungkan pemerintah dan juga mereka para pihak terkait. Namun bagi Presiden Sukarno permainan semacam itu justru dinilai sebagai salah satu hal yang merusak moral bangsa. Kegiatan ini (perjudian) yang sempat berhenti di tahun 1965 ketika Presiden Soekarno mengeluarkan Keppres No.113 Tahun 1965 yang menyatakan jika lotre buntut bersama musik ngak-ngik-ngok menjadi sebuah hal yang merusak moral bangsa dan masuk ke dalam kategori subversi. Dengan dikeluarkannya keputusan presiden itu, ditambah buruknya sebuah sistem yang dibuat pihak pengelola, undian hadiah Yayasan Rehabilitasi Sosial pun pada akhirnya ditutup. Namun tidak benar-benar dihilangkan. Hanya berganti nama saja pada 1978. Dari SBY Sampai SDSB Sebelum direalisasikan, Presiden Soeharto mengirim Menteri Sosial Mintaredja untuk melakukan sebuah studi banding ke Inggris. Tidak main-main, pemerintah yang pada saat itu mempelajari sistem undian berhadiah ini selama dua tahun. Mereka yang ingin menciptakan model undian tanpa menimbulkan sebuah akses akan judi. Di Inggris sendiri jenis undian berhadiah ini menggunakan perhitungan-perhitungan sistematik. Dalam Managing National Lottery Distribution Fund Balances, yang dikeluarkan oleh salah satu lembaga resmi yang ada di Inggris, menjelaskan perhitungan lotre yang ada di negara tersebut bukan semata-mata tebakan saja, tetapi semacam sebuah permainan berhitung yang cukup rumit. Pemerintah Indonesia mencoba melakukan hal yang sama. Setelah melalui serangkaian penelitian, porkas yang pada akhirnya diresmikan pada 1985. Aturannya yang mengacu pada UU No. 2 Tahun 1954 tentang undian. Kemudian diperkuat juga dengan Surat Keputusan Menteri Sosial No. BSS-10-12/85 bertanggal 10 Desember 1985. Pemerintah yang mengklaim jika porkas berbeda dengan undian hadiah berbau judi yang sebelumnya. Dalam porkas tidak ada tebakan angka, melainkan penembakan menang, seri dan kalah. Peredarannya pun hanya sampai tingkat kabupaten saja, dan dimana batasan usianya minimal 17 tahun. Para pembeli kupon hadiah ini juga akan bertaruh untuk 14 klub sepak bola di beberapa divisi utama. Setelah 14 klub melakukan pertandingan dan berjalan selama seminggu, maka nantinya hadiah dari s128 yang akan diundi. Pembagian hadiahnya: 50-30-20. Fatwa MUI untuk Gim Pernyataan yang dikeluarkan untuk menentang porkas dalam forum dituangkan dalam 5 halaman, dan juga ditandatangani oleh 100 ulama dan cendekiawan Muslim di Jawa Barat. Di antara mereka yang memberikan tanda tangannya terdapat nama-nama seperti KH. Drs. Miftah Farid (ketua MU Jawa Barat), KH. M. Rusyad Nurdin (ketua Dewan Dakwah Jawa Barat), KH. Iping Z. Abidin, Ir. Bambang Pranggono (mantan dari Sekjen BKPMI), dan juga lain sebagainya. Tidak hanya dari kalangan ulama dan juga cendekiawan, para mahasiswa pun juga sudah semakin gencar melakukan aksi pertentangan. Bermula dari aksi protes yang dilakukan oleh mahasiswa UII (Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta yang dilakukan pada 1991 yang mendesak pihak universitas mengembalikan uang sebesar 100 juta rupiah yang diberikan YDBKS untuk pembangunan sarana pendidikan yang ada di kampus mereka. Peredaran kupon baru benar-benar dapat dihentikan yaitu pada 24 November 1993. Para agen perjudian tersebut tidak lagi mengedarkan kupon SDSB maupun KSOB. Di hadapan anggota DPR, Menteri Sosial Endang Kusuma Inten Soeweno juga dirinya mengumumkan penghapusan undian berhadiah tersebut di Indonesia. Terlepas dari benar salah atau halal haram undian porkas ini, sebenarnya memang benar jadi satu di antara sejarah undian yang ada di Indonesia. Namun dengan ditutupnya porkas atau berbagai bentuk undian bola di Indonesia, tidak juga menurunkan minat penjudi yang ada di Indonesia. Dibantu dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini, sudah banyak media yang sekarang dapat digunakan untuk dapat melakukan taruhan judi bola secara online. Demikian itulah beberapa sejarah tentang undian berhadiah porkas dan perjudian yang sempat di legalkan di Indonesia. Perjudian yang sempat di legalkan oleh pemerintah Indonesia tentunya berguna untuk membangun beberapa infrastruktur, walaupun hal tersebut ditentang oleh banyak kalangan.